" Kak Indri... makan mie yah! Nanti aku bilang mama kalau Kak Indri maunya makan mie! Janji yah..! " Kulihat matanya berbinar merayuku untuk semangkuk mie instan. Almira namanya.
" Iya... boleh dech.. " Jawabku lemah.
Posisiku sulit. Di depan mataku terhidang banyak sekali menu makanan. Kupandangi satu per satu. Ada ayam goreng, capcay, rendang daging, kerupuk udang, sambal goreng ati dan tak ketinggalan sambal goreng terasi yang wanginya minta dipinang. Ini syurga. Ya! Bagaikan syurga bagi seorang mahasiswa yang menu sehari-harinya tidak lepas dari tempe oreg dan oseng kacang panjang. Kupandangi kembali deretan makanan syurgawi sebelum aku menyerah kalah pada seorang anak SMA. Biarlah.... bagi seorang pencuri, mengalah bukan berarti kalah. Akan aku balas nanti. Awas ya kamu...anak SMA!!!
Aku siap diadili.
Aku Mencuri Takdir.
" Makasih ya Kak... udah mau makan mie bareng aku, besok aku mau mie goreng rasa sambal ijo yah.. enak lho Kak... " Katanya puas.
Aku malas menjawabnya. Aku hanya tersenyum getir. Bagaimana tidak, ini kali kesekian setiap habis mengajarinya les privat Kimia dan Fisika, aku harus rela menanggalkan selera makanku pada semangkuk mie instan. Aduh Almira.... itu makanan kebangsaan Kakak! Ngerti nggak sih sayaaanggg...? Mau edisi spesial rasa rendang atau sambal ijo seperti katamu tadi, sama sekali Kakak tidak tertarik. Hanya kamuflase. Aku butuh kepastian... eh kok kesini arahnya yah? Seketika terbayang wajah teduh yang sampai saat ini belum berani mendatangi kedua orangtuaku. Ehm! Kembali ke tema awal.. Maksudku, aku butuh yang pasti-pasti. Aku ingin menikmati rendang beneran, ayam beneran bukan varian rasa mie instan!
Namanya Almira.
Anak SMA kelas 2 yang sedang dipaksa orangtuanya agar bisa naik kelas tiga dan masuk jurusan IPA. Padahal riwayat akademiknya jelas-jelas tidak memungkinkan. Dan aku adalah korban. Gara-gara menerima tawaran dari seorang teman yang batal mengajar les privat karena harus pulang kampung. Temanku itu ditelpon kerabatnya bahwa ibunya kritis di Rumah Sakit di daerah Jogjakarta. Sleman tepatnya.
" Ind... mau yah, gantiin aku...maaf aku merepotkanmu.." Pintanya pilu. Nia namanya. Teman satu jurusan di perkuliahanku.
" Iya.. kamu jangan kuatir, sekarang kamu pulang aja, semoga ibumu tidak apa-apa ya... salam buat keluargamu di sana, maaf aku tidak bisa jenguk.." Jawabku tak kalah pilu. Seorang anak kost dengan biaya bulanan yang tak tentu, jangankan pergi ke luar kota, pergi ke mall saja jarang kepikiran. Berapa biaya untuk ke Sleman? Nyerah dech. Kuhaturkan do'a tulus dan tentunya kupatuhi amanat yang diberikannya padaku saat itu. Amanat mengajar les privat seorang anak SMA yang berasal dari keluarga berada. Hanya 2 minggu. Aku diberi waktu untuk bisa mengajar intensif setiap hari dengan iming-iming bayaran besar tapi jaminannya nggak main-main. Harus bisa masuk jurusan IPA! Jaminan ini baru aku tahu setelah pertemuan pertama di rumah Almira, anak yang akan aku ajar tadi. Orangtua Almira memberikan aku taklimat kejam. Aku merasa sedikit tertekan saat itu. Kenapa temanku tidak menceritakan apa-apa tentang anak ini. Mungkin dia lupa dan terburu-buru ingin segera menemui ibunya yang tengah kritis di Rumah Sakit. Yaa Rabbiii.... kuhela nafas dalam-dalam sebelum aku menjawab taklimat orangtua Almira.
" InsyaAllah Pak.., Saya akan berusaha membimbing Almira semaksimal mungkin. Semoga harapan Bapak dan Ibu bisa terwujud. "
Pertemuan pertama sekaligus perkenalan sudah terlalui. Jarak antara Cinere - Depok lumayan jauh. Aku harus menaiki angkutan umum sebanyak dua kali sambung. Ongkos yang harus aku keluarkan juga lumayan. Jika saja orangtuaku mengizinkan aku membawa sepeda motor dari kampung, mungkin bisa sedikit menghemat biaya transport. Tapi karena aku pernah jatuh dari motor dan aku adalah anak kesayangan Ayah, akhirnya aku diskorsing, tidak boleh naik motor lagi. Titik.
Di dalam angkot aku melamun. Apa yang harus aku lakukan? Apa yang telah aku lakukan? Seharusnya saat libur semester pendek ini aku bisa pulang ke rumah. Bercengkrama bersama keluarga sambil menikmati pemandangan alam pegunungan yang sejuk tepat di depan rumahku. Kenapa malah memberanikan diri menerima "tantangan" yang tidak rasional ini ? Sudahlah, menyesal itu tidak baik. Kuluruskan niatku lagi dan lagi. Berulang kali. Bismillaah...
" Oke Almira... kamu mengerti nggak dengan penjelasan Kakak tadi? " Tanyaku setelah sesi pelajaran Kimia tentang entalpi aku sudahi.
" Hmmm... masih bingung Kak.. " Jawabnya tak bersemangat. Sudah kuduga.
Jadi, Almira ini adalah anak manis dengan tinggi badan di atas rata-rata. Kulitnya putih mulus. Rambutnya panjang,ikal dan lebat. Matanya bulat, murah senyum dengan giginya yang terbehel rapi. Jangan heran kalau Almira ini sering menjuarai kontes modelling di usianya yang masih belia. Dibandingkan dengan aku? Jelas... jelas banget berlawanan. Meminjam istilah bahasa Indonesia aku ini ibarat antonimnya Almira... hehehe. Sudah ah... nggak segitunya juga. Buktinya, yang antri ingin merebut hatiku banyak kok... #asseek. Tapi begitulah, dibalik kelebihan seseorang pasti ada sisi lemahnya. Almira ini sangat BENCI dengan EKSAKTA. Selamat Indri! Selamat menceburkan diri ke dalam jurang terjal nan dalam. Selamat kamu hanya diberikan waktu 2 minggu untuk menjadikannya brilian.
" Almira... kamu mau masuk IPA? " Tanyaku berusaha membangunkan kemalasan Almira.
" Enggak... " Jawabnya singkat.
" Cita-cita kamu apa Al?"
" Mau jadi model. Tapi sebel banget papa maunya aku jadi dokter gigi. Makanya aku dipaksa harus masuk IPA. Papa orangnya galak banget. Serem kalau harus melawan papa. Mama aja nggak berani ." Ceritanya padaku. Waduh, ini sudah memasuki ranah yang tak seharusnya aku tahu. Tapi setidaknya aku tidak meminta, Almira yang cerita sendiri. Aku biarkan dia mencurahkan kegalauan hatinya. Andai kamu tahu Al, bukan hanya kamu dan mama kamu yang tidak berani melawan papamu. Kakak juga! Kakak tidak berani menolak taklimat papa kamu saat itu. Andai bisa mengulang waktu pastilah Kakak juga tidak akan menerima pekerjaan ini.
" Jadi Almira maunya apa sekarang?"
" Mau makan mie...!" Jawabnya ngawur. Jawaban yang penuh dengan semangat.
Kenapa Almira sangat terobsesi dengan mie instan?
Ini dikarenakan Almira dilarang keras oleh orangtuanya untuk makan mie instan. Mungkin demi menjaga tubuh modelnya itu. Cerdasnya dia, selama diajari les privat olehku, dia bisa melawan larangan itu dengan alasan : " Aku mau nemenin Kak Indri makan mie.. boleh ya Ma..! Masa Kak Indri makan mie, aku makan ayam... kan nggak enak Ma!" Rengeknya saat itu kepada Mama tercinta. Ingin sekali kukibarkan bendera putih atau teriak "May Day... May Day..!"
Almira Diwanti... awas ya kamu! Kapan aku bilang mau makan mie??? Sembarangan!
Tapi kawan... sebentar, berarti dia ada cerdasnya juga ya. Catet.
Pulang mengajar hari kedua. Lemas dan kembung. Perutku yang tadi siang aku isi mie instan harus mengalah diisi mie instan kembali di sore harinya. Ya Allaah... aku mau makan ayam bakar! Tapi uangku tidak memungkinkan. Sebelum tiba di kost-an aku sempatkan mampir di kedai juice. Kurogoh uang sepuluh ribu rupiah untuk membeli jus jambu-stoberi kesukaanku. Biarlah serat dan vitamin kedua buah tadi menetralisir panas dan gersangnya mie instan di perutku ini. Setibanya di kamar, aku hempaskan tubuh mungilku ini dan pikiranku menerawang jauh. Jauuuh sekali. Hingga satu lamunan mengagetkanku..
.Apa jawabanku nanti? Jika Almira tidak bisa masuk IPA? Anak UI tidak berhasil mengajar les privat? Malu-maluin almamater! Apakah aku tidak akan dibayar? Oh No... Pekerjaan macam apa ini? Aku masuk sarang buaya!
" Almira... ceritakan ke Kakak bagaimana kamu sehari-hari di sekolah... Hmm.. maksud Kakak, kamu di kelas biasanya ngapain aja? Ada yang membuatmu tidak nyaman?"
Aku coba mengorek informasi. Aku tidak bisa melanjutkan pelajaran dalam sesi les kali ini jika Almira masih setengah hati. Aku pasrah. Tidak dibayar pun nggak apa-apa. Yang penting aku ingin tahu lebih dalam tentang Almira.Target masuk IPA aku buang jauh-jauh. Daripada aku terbebani? Pikirku saat ini.
" Ya biasa aja Kak, kayak anak sekolah biasa. Aku punya temen baik namanya Ayu. Kita suka seru-seruan. Ayu pernah bilang ke aku katanya dia mau masuk jurusan IPS aja kalau naik kelas tiga. Sebenarnya aku sedih kalau pisah sama dia. Tapi ya mau gimana lagi Kak? Papaku memang egois!"
" Hmm... begitu ya? Kakak mengerti perasaan kamu, Al! Memang tidak enak kalau kita dipaksa harus menyukai sesuatu yang kita tidak suka. Sekarang Kakak ingin membantu kamu agar kamu bisa suka dan bisa nyaman. Urusan bisa atau tidak bisa jangan dipikirin!"
" Apa Kak? Suka dan nyaman? Kayak orang pacaran aja Kak. Hehehe..." Jawabnya dengan senyuman.
" Emang kamu udah punya pacar?"
" Udah dong Kak... kalo Kak Indri udah punya pacar belum?"
" Hehehe.. kalau Kakak pacarannya nanti aja setelah menikah, Al!" Jawabku.
Kami berdua akhirnya terlibat pembicaraan seru. Al sudah mulai nyaman dengan keberadaanku. Hampir setiap hari dia bercerita tentang apa saja yang dia alami di sekolah. Mulai dari si guru killer, guru ganteng yang jadi idola, teman sebangkunya yang broken home, teman yang suka nge-bully dia dan pernah juga aku dikagetkan dengan cerita bahwa teman sekelasnya ada yang berusaha bunuh diri hanya karena diputusin pacar. Astagfirullaah.... pergaulan macam apa ini? Setiap Almira bercerita aku berusaha menjadi pendengar yang baik dan perlahan-lahan aku kenalkan Almira tentang Islam. Tentang indahnya ajaran Islam yang belum dia rasakan selama ini. Aku mulai menemukan benang merahnya. Gotcha!
" Kakaak... aku udah sholat Ashar dong tadi...!" Katanya dengan ceria.
" Alhamdulillaah...subuh dan dzuhurnya bagaimana? " Tanyaku.
" Komplit dooong... trus aku juga baca do'a keren yang Kakak ajarin kemarin. Do'a biar aku berani bicara di kelas dan berani mengacungkan tangan saat guru bertanya... seru juga Kak... ternyata belajar itu menyenangkan! Temen-temenku pada heran lho Kak. Aku puaasss banget melihat Yuli and the gank yang suka nge-bully aku itu.. sekarang mereka bengong kayak sapi ompong pas lihat aku dapat nilai 90 ! Hahaha..."
" Alhamdulillaah... Kakak jadi ikutan seneng. Ohya, tapi Al jangan sombong ya... Allah tidak suka."
" Hehehe... boleh dong sombong sekali-sekali Kak... " Jawabnya lucu.
Begitulah perubahan Almira.
Aku merasa benar-benar bahagia. Sekarang dia mulai menyukai eksakta. Satu minggu pertama les privat denganku sudah berakhir indah. Nilai ulangan hariannya yang semula dalam kisaran 40-60, sekarang sudah beberapa kali dia mendapat nilai 90. Tapi ada sedikit kekhawatiranku tentang ulangan akhir kenaikan kelas Almira. Apakah dia bisa menghadapi rentetan soal-soal yang jumlahnya banyak dan semua bahasan menjadi satu? Aku ragu. Kutepiskan semua kekhawatiranku, aku tawakkal saja.
Minggu kedua mulai sedikit serius. Ini detik-detik menuju UAS. Aku sempat kaget karena aku disambut oleh dua orang anak SMA! Almira daaan.... siapa itu gadis cantik dengan rambut lurus sebahu?
" Ini Ayu... Kak, dia mau ikutan les juga bareng aku. Biar dapet nilai 90 jugaa... ya kan Yu? Lirik Almira kepada teman baiknya itu.
" Iya dong... aku juga mau kayak kamu yang jadi terkenal melebihi aku" jawab Ayu dengan nada iri.
Aku perhatikan baik-baik... Ayu ini sangat ayu.. seperti namanya. Terkenal? Emangnya siapakah Ayu ini sebenarnya?
" Kak Indri... si Ayu ijin nggak les hari ini. Dia mau syuting iklan shampoo." Kata Almira.
" Oh dia itu artis ya Al?" Tanyaku penasaran.
" Iya Kak, si Ayu memang ikutan agent gitu. Sudah beberapa iklan dia bintangi dan katanya sih dia juga lagi ditawarin sinetron. Kemarin casting dan dia lulus jadi peran pembantu."
" Pantesaan Kakak sepertinya familiar dengan wajahnya" Jawabku sambil tersenyum puas. Rasa penasaranku terjawab sudah. Ayu ternyata artis pendatang baru. Duh, besok-besok aku minta tanda tangannya ah... lumayan nich buat promosi bahwa aku pernah mengajar les privat artis. Hehehe...
Dan sedikit tentang Ayu, ternyata dia juga lumayan cerdas. Bahkan di beberapa latihan soal yang aku berikan, sering sekali dia mengalahkan Almira. Kulihat raut Almira yang sekarang agak berubah. Dia mulai merasa tidak nyaman. Apalagi saat aku memuji kecerdasan Ayu. Astagfirullaah.... Almiraku merasa tersaingi. Dia tidak seceria dulu lagi.
Hingga suatu hari...
Kutekan bel rumah Almira beberapa kali dan tidak ada suara. Biasanya Si Bibik membukakan pagar, tapi hari ini kok tidak ada ya? Andai aku punya handphone pastinya sudah aku telepon Almira. Kemana dia??
Aku menunggu di depan pagar. Sudah lewat satu jam dari jadwal les. Aku melongok ke rumah sebelah yang kuterima hanya gonggongan anjing penjaga yang memekakkan telinga. Aku bertanya ke rumah yang lain, tentunya yang tidak punya anjing penjaga, dan mereka pun tidak tahu. Maklumlah di perumahan elit seperti ini, sosialisasi dengan tetangga menjadi hal yang langka. Aku mulai merasa cemas. Tidak ada informasi apa-apa yang kudapat selesai mengajar les kemarin.
Almira... kamu dimana???
Kakiku mulai terasa pegal. Berdiri 1,5 jam lumayan juga. Sebelum akhirnya aku putuskan untuk pulang, rintik hujan turun perlahan seolah ingin menemani kesendirianku. Duh, mirip video klip lagu romantis saja. Mana aku juga lupa bawa payung. Lengkap sudah.
Kuayunkan kakiku untuk pergi dari rumah mewah itu sampai satu teriakan mengagetkanku. Siapa dia? Pangerankah? Atau artis pria yang akan menemani video klip hujan-hujanan denganku? Hush..!
" Mba... masuk saja mba... hujan di luar.."
" Lho.. Bibik??" Aku heran.
Segelas teh manis hangat yang dihidangkan tak aku jamah sama sekali. Si Bibik membuatkannya untukku dengan wajah cemas.
"Mba... kita ngobrol di meja makan saja yuk... ada ayam bakar dan capcay...Mba pastinya lapar"
" Bik... Almira kemana? Kenapa Bibik tidak membukakan pintu pagar? Ada apa ini Bik?" Tanyaku tidak menghiraukan tawaran Bibik.
" Neng Almira tadi pergi bersama pacarnya Mba. Ndak tau kemana. Dia ndak bilang. Kebetulan Nyonya hari ini dan besok menginap di rumah orantuanya di Mampang. Jadi hanya ada Saya dan Almira di rumah. Neng Almira menyuruh Saya mengaitkan kertas surat di pintu pagar. Tapi Saya perhatikan sedari tadi, kok Mba nggak menyadari ada surat di pegangan pintu pagar? Saya bingung karena dipesenin ndak boleh bukain pintu. Tapi karena hujan dan kasihan... " Si Bibik tidak melanjutkan ceritanya. Dia menyodorkan selembar surat dari Almira. Untukku.
Kak Indri...
Al ada acara sama temen-temen..
Jangan bilang Mama kalau hari ini Al nggak les yaa..
Makasih...
Jadi begini ya kelakuan Almira kalau Ibunya tidak ada di rumah?
Aku kecewa.
Aku belum pulang.
Kutunggu sampai jam 9 malam dan dia belum pulang juga. Aku telpon-telpon handphone nya tidak diangkat. Aku lelah lahir dan bathin. Ayam bakar dan capcay yang kuidam-idamkan selama ini terasa hambar. Terpaksa aku makan hanya karena memenuhi hak perutku saja. Pikiranku menerawang jauh. Mereka-reka kemungkinan dari yang paling baik sampai yang paling buruk. MasyaAllaah... Almira!
" Mba pulang saja... atau Mba menginap saja disini sama Bibik... "
Andai saja agendaku besok kosong, pastinya aku menginap disini. Tapi besok aku harus menjadi panitia "PARIS" di Puncak, Bogor. Acara tahunan yang diadakan oleh divisi Rohani Islam di Himpunan Mahasiswa Farmasi. Panorama Islam atau PARIS itu semacam tafakkur alam tapi padat dengan materi keislaman.Aku didaulat menjadi penanggung jawabnya. Dilematis. Hati dan pikiranku kacau balau saat ini. Hey anak SMA... awas kamu!!!
" Maaf Bik.. Saya harus pulang karena besok ada acara ke Bogor dan berangkat jam 5 pagi. "
Bersambung...
ceritanya mulai dag dig dug doar....
ReplyDeletelanjuut....
DeleteWaahh seru.. ditunggu kelanjutannya..^^
ReplyDeletecekidot ... tunggu aku slalu yaa...
Deletepenasaraan..ditunggu kelaaanjutannya
ReplyDeleteOkeyy mba Lisa... maacih sudah mampir
DeleteHehhe...seru mbak indrii..ditunggu kelanjutannya..
ReplyDeleteUnikuuh... baiklah... untukmu selalu ada... hehe
DeleteAlmira.. Kamu yaaa.. Awas kamu.. Hahaha
ReplyDeleteJiahhh... Bang Syaiha baper...
DeleteDitunggu kelanjutannya besok ya bu ðŸ˜ðŸ˜ penasaran banget . Awas ya anak SMA membuat ku penasaran 😣😣
ReplyDeleteIcha... tunggulah!!! hahay... makasih ya cantik sudah mampir di blog ibu...
DeletePenasaran
ReplyDeletesama aku juga begitu... nah loh?
Delete