Dua hari ini ada yang aku takutkan. Setelah bergabung di komunitas One Day One Post (ODOP) yang sudah berlangsung selama hampir 2 bulan ini, setidaknya ada 3 hal yang membuatku takut.
Apakah itu?
1. Persepsi pembaca
Aku takut jika tulisan-tulisanku membuat para pembaca menerka-nerka. Apakah ini kisah nyata? Apakah murni imajinasi saja? Apakah Si Penulis adalah pemeran yang sebenarnya? Bukan ketakutan yang tidak beralasan. Untuk aku yang bukan seorang penulis profesional tentu orang-orang terdekatku banyak bertanya tentang tulisanku. Termasuk suamiku sendiri. Kisah "Muhammad Giwana Sang Ksatria" contohnya, tak pelak membuat suamiku cemburu. Pernah muncul percakapan seperti berikut ini :
"Dek, sebenarnya Kang Giwa itu siapa? Seseorang yang istimewa waktu Adek kuliah ya?" Tanya suamiku suatu hari. Jleb! Perasaanku mulai tak karuan. Dicemburui suami terhadap tokoh tak kasat mata.
Aku menjawab pertanyaan suamiku, "Nggak ada Bi, itu murni tokoh khayalan Umi saja... mana ada sih sosok yang nyaris tanpa cela seperti itu?"
"Siapa tahu ada, cuma Umi saja yang nggak menyadarinya... " Jawab suamiku sambil cemberut.
Aku spontan tertawa saat itu. Wajah lelaki yang paling aku cinta itu lucu sekali kalau lagi ngambek. Kuhampiri segera dan aku cubit perut gendutnya dan aku gelitikin dia. Suamiku tertawa kegelian.
"Abi jangan cemburu doong, nanti imajinasi Umi jadi nggak berkembang... malah jadi takut kalau mau buat cerita romansa nanti dikira beneran..." Lanjutku sambil menatap matanya dalam-dalam.
Suamiku hanya bisa tersenyum, membelai kepalaku dan berujar, "Umi berarti pengkhayal tingkat tinggi ya, tidak apa-apa sayang, lanjutkan saja hobi Umi ini. Kalau Abi mah nggak bisa menulis seperti itu."
Ya, begitulah kira-kira. Itu baru persepsi suamiku, belum lagi persepsi teman-teman dekatku. Semua lucu-lucu. Ada yang penasaran dan menagih kelanjutan ceritaku setiap hari laksana seorang debt collector. Ada juga yang melakukan interogasi sederhana terhadap tokoh yang aku jagokan tersebut. Penantian mereka menjadi energi yang kuat untuk mendorong semangat menulisku dari hari ke hari.
Namun ada pula teman yang sangat kritis dan menyampaikan kritikannya secara personal kepadaku. Katanya, tulisanku kadang kurang konsisten. Terutama dalam point of vew. Terkadang aku memulai dengan sosok Kang Giwa yang bercerita. Tapi kadang aku bercerita seperti ada orang ketiga yang menjadi pengantar cerita. Aku baru menyadarinya. Jadi malu rasanya karena memang cerita itu aku tulis dengan spontanitas saja. Tanpa alur yang sudah aku tetapkan sebelumnya. Kadang hanya alur yang melintas di benakku dan aku simpan di salah satu lobus otak untuk aku pakai dikemudian hari. Dari sini aku mulai berbenah dan menyiapkan diri untuk belajar lagi, lagi dan lagi.
Akupun takut ketika sosok imajinasiku ini membuai khayalan para pembaca. Apakah ini tidak berlebihan? Nanti kalau ada yang membandingkan sosok Kang Giwa dengan pemuda idamannya bagaimana? Aduh apakah aku jadi ikut berdosa? Jangan-jangan karena ceritaku ini semua gadis menetapkan kriteria terlalu tinggi untuk calon suaminya kelak. Kasihan juga para lelaki di ujung sana yang mendapat penolakan untuk kesekian kalinya. Ini bahaya juga khan..?
Aku baru menyadari ternyata tulisan dapat menghipnotis pembacanya. Tak terkecuali tulisan dari seorang amatiran seperti aku.
2. Kekhawatiran terhadap nilai
Menulis itu secara tidak disadari sudah menjadi media penyampaian sebuah "nilai". Oleh karenanya saya ingat dengan pesan Bang Syaiha agar kita menulis yang baik-baik saja dan yang bermanfaat. Menulislah untuk kebaikan. Karena siapa tahu dari tulisan kitalah seseorang bisa berubah menjadi lebih baik, terinspirasi bahkan mendapat hidayah ilahi. Sepatuuu.....! Alias sepakat dan setuju dengan pendapat founder ODOP ini. Tulisan bisa menjadi sarana transfer ilmu dan pemahaman. Lantas apa yang aku takutkan? Ya, aku takut jika dalam tulisanku ini nilai-nilai yang baik tidak tersampaikan dengan baik. Atau bahkan aku mencederainya. Aku takut salah dalam membuat penafsiran terhadap nilai itu sendiri.
Oleh karenanya aku mulai melatih diri untuk membaca setiap hari. Karena inilah cara untuk meningkatkan kualitas tulisan kita. Memang agak sulit dilakukan disaat kesibukan yang sangat padat dan menguras tenaga juga pikiran. Kelelahan yang berujung kemalasan untuk membaca. Aku harus berkompromi dengan tubuh dan mataku yang sudah menyerah kalah. Setelah menjalani hari yang panjang rasanya ingin langsung merebahkan tubuh dan memejamkan mata. Hmm...tapi suatu hari aku melihat postingan Bang Syaiha yang berisi foto-foto orang yang super sibuk tapi tetap bisa menyempatkan waktu untuk membaca, bahkan ditengah-tengah kesibukan mereka, seperti Barrack Obama contohnya. Ketika melihat itu aku jadi tersadar, aku tidak boleh manja dan menjadikan kesibukanku sebagai kambing hitam. Toh, dalam Alqur'an pun perintah membaca ini diabadikan dalam salah satu suratnya, jauh sejak zaman dahulu kala.
3. Hasrat yang menggebu-gebu
Ini dia yang terkadang membuat aku menjadi gila. Bukan gila beneran ya. Maksudnya hasrat yang menggebu-gebu ingin agar tulisanku segera sempurna. Bahkan aku tak segan meminta les privat kepada Bang Syaiha agar aku bisa meningkatkan kemampuan menulisku dengan secepat kilat.
Ketakutanku terhadap hasrat ini adalah bagaimana jika proses belajar yang seharusnya aku ikuti dengan bertahap dan sedikit demi sedikit menjadi akselerasi yang kepagian. Padahal sebuah tulisan yang baik adalah tulisan yang menjalani proses demi proses pendewasaan. Hal ini kadang menjadi alasan kenapa aku suka nakal dalam mengikuti peraturan ODOP. Tantangan per minggu yang sudah ditetapkan oleh Bang Syaiha kadang belum sempat aku penuhi, malah aku beralih ke tantangan minggu berikutnya. Maaf ya Bang... saya mah orangnya begitu, random abstrak! Seringnya sih karena lupa jadwal. Hehe.
Aku juga takut jika aku melakukan posting tulisan di media sosial terlalu berlebihan. Kuatir sekali jika tulisanku yang masih jauh dari sempurna ini membuat kecewa para pembaca handal yang sudah melahap aneka tulisan berkualitas dari penulis papan atas. Membuat mereka berfikir bahwa aku ini orang yang over percaya diri dengan tulisanku yang masih merangkak seperti bayi.
Inilah ketakutanku...
Semoga tidak menjadi pelemah semangat untuk terus berkarya,
Karena apa?
Karena istimewa itu milik kita....
#OneDayOnePost
#AlwaysWritingAlwaysSomething
Hmmmm. Takut.
ReplyDeletemelintas begitu sja mba...
DeleteMb Indri nggak usah takut.
ReplyDeleteSepertinya punya pengalaman Agak sama suamiku jg pernah cemburu dgn tulisanku mb. Sejal saat itu saya lebih berhati2. Padahal saya paling suka tulisan Roman. Terus menurutku orang yang hobinya menulis itu biasanya tahu kok kalau penulis itu Imaginasinya super Kali.
Semoga kita berproses ke lebih baik. Tulisan yg semakin baik Dan tentunya membawa kebaikan.
terimakasih mba Wied.. okeyy aku maju terus kok
DeleteCemburu yang aku iri hehe. Kereen deh mba. Terus kembangkan Kang Giwa yah :)
ReplyDeletesegera atuh biar bisa cemburu.. hehe... oke siapp Lang
DeleteHehehe, bersyukur suamiku nggak cemburu dengan tulisanku, karena beliau tahu aku penghayal tingkat tinggi...
ReplyDeletesepatuuu
DeleteHehehe, bersyukur suamiku nggak cemburu dengan tulisanku, karena beliau tahu aku penghayal tingkat tinggi...
ReplyDeleteMbk Indri gokil abis tulisannya.
ReplyDeleteAku nantikan novelnya Kang Giwa
suka Kang Giwa yah? Okelah siapp
DeleteLah, kalo aku sih belum ada yg cemburu..., Jadi takutnya no 2 dan 3 aja deh.... :D
ReplyDeletehehe... inet mah gkusah takut atuuhh
DeleteBuang jauh-jauh Mba ketakutan itu. Yang penting semangat menuangkan ide melalui tulisan. Salah bener urusan mburi...kata Mas Heru..hehe
ReplyDeleteokeyy.. makasih mba Denik.. semangat!
Deleteketakutan pertama..
ReplyDeletesy tipe pembaca yg sering menebak2, ini pengalaman atw hanya imajinasi penulis? hihi..
begitukah? hehe
DeleteAku takutnya kalau mbak Indri dan temen2 ODOP malah berhenti menulis..
ReplyDeleteinsyaAlloh tetap menulis Bang...
DeleteWaah...Bu Indri, semangat :) Bu Indri itu salah satu inspirasi saya dalam belajar menulis. Saya belajar mulai dari nol, pelan-pelan dan sabar menjalani prosesnya :)
ReplyDeletehaturnuhun Bu Tita... aku jadi terharu...
Delete