Sore itu setelah selesai latihan aikido, Giwa dan Alif duduk bercengkrama di warung kopi Mba Minah yang terletak di depan Mesjid UI. Dengan keringat yang masih menempel di badan dan rasa letih namun menyegarkan keduanya asyik menikmati secangkir Coffe mix dan sepotong gorengan. Ada permasalahan serius yang ingin Giwa diskusikan dengan sahabatnya itu.
"Gimana Bang? Aku bingung dengan perasaanku. Beberapa kali aku istikharah tapi bukan keyakinan yang aku dapatkan. Malah bayangan Si Candy-Candy yang sekarang selalu memenuhi pikiranku." Kata Giwa kepada Alif.
Perkenalkan, aku adalah Muhammad Giwana. Mahasiswa jurusan teknik metalurgi UI semester akhir. Aku terlahir dari keluarga yang bahagia. Ayahku seorang pensiunan PNS yang penuh idealisme. Pengabdian beliau terakhir adalah sebagai Kepala Sekolah di SMAN 3 Sukabumi, Jawa Barat. Ibuku adalah seorang ibu rumah tangga biasa namun kemampuannya luar biasa. Dari rahimnya terlahir aku dan kedua kakakku yang semuanya laki-laki. Ibu selama bertahun-tahun menjadi perempuan paling cantik di istana kami. Aku sangat menyayangi ibuku. Beliau selalu menanamkan nilai-nilai keislaman yang kental. Setiap hari, jika maghrib tiba, rumahku sudah seperti pesantren kilat. Kenapa? Karena murid ibuku banyak. Ya, ibuku seorang guru mengaji. Profesi yang paling mulia. Aku bersyukur terlahir dari keluarga yang baik-baik saja. Kami harmonis layaknya keluarga Cemara. Dalam senang kami tersenyum dan dalam susah kami tersenyum. Sabar dan Syukur adalah dua resep yang selalu dipesankan oleh Ibu kepadaku dalam menghadapi setiap permasalahan hidup.
Aku Muhammad Giwana. Parasku kata sebagian besar orang hampir mirip dengan Keanu Reeves. Nggak percaya? Hehehe, nggak apa-apa. Tapi fakta membuktikan bahwa dulu waktu sekolah SMA aku berulang kali ditembak oleh gadis-gadis di sekolahku. Dan aku adalah orang yang paling dingin terhadap yang namanya perempuan. Sampai bertemu Si Candy yang membuatku pusing tujuh keliling.
Penasaran nggak dengan Si Candy-Candy?
Dia adalah adik kelasku ketika di SMA. Namanya Indriana Larasati. Biasa dipanggil Indri. Sebenarnya agak canggung nich menceritakan akhwat (baca: perempuan), tapi demi rasa penasaran kalian akan teka-teki cerita pencuri episode 8 yang seolah ada yang disembunyikan, aku rela dech jadi penawar keingintahuan kalian.
Kenapa aku memanggilnya Candy? Kalian mungkin ada yang masih ingat dengan cerita Candy-Candy yang dulu tayang di RCTI setiap hari minggu? Ya, begitulah kira-kira. Adik kelasku ini sudah mencuri hatiku sejak SMA. Terutama ketika suatu kejadian di Mesjid Bahrul Ulum saat penerimaan anggota Rohis yang baru. Saat itu masih ada OSPEK di sekolahku.
"Hey dek... kenapa kamu menangis di situ?" Kataku ketika melihat seorang peserta Ospek sedang menangis di teras belakang mesjid. Aku mencoba mendekatinya.
"Eh, enggak kak... nggak apa-apa..." Jawabnya menyembunyikan sesuatu.
"Kenapa kamu belum pulang?" Tanyaku heran.
"Dompetku hilang kak..." Jawabnya dengan wajah menunduk.
Ternyata tadi ketika peserta Ospek berkumpul di Mesjid untuk pendataan anggota baru, dompet anak ini hilang. Aku tidak heran dengan kejadian dompet hilang ini. Memang akhir-akhir ini sudah tiga kali kejadian orang kehilangan dompet di Mesjid kami. Teka-teki aneh yang cukup membuat pusing kepalaku sebagai seorang Ketua Rohis. Masa iya sih ada pencuri di Mesjid? Atau ada yang klepto? Kusingkirkan lamunanku dan kembali aku bertanya pada anak perempuan yang sedang menangisi nasibnya.
"Jadi kamu mau sampai kapan menangis di sini?" Tanyaku sedikit bercanda.
"Sampai ada Teteh-Teteh dengan jilbab panjang yang baik hati..." Jawabnya polos.
"Tapi adek maniisss.... mereka semua sudah pulang sekarang." Jawabku.
"Serius Kang? Terus aku bagaimana dong?" Jawabnya panik.
"Kamu kenapa tidak lapor ke guru bahwa dompet kamu hilang? Atau kamu pinjam uang temen kamu?" Tanyaku waktu itu. Asyik juga ngerjain anak ini. Mukanya polos banget. Lucu. Apalagi dengan atribut ospek yang masih menempel di kepalanya. Rambutnya dikepang tujuh dengan karet gelang warna-warni. Di lehernya tergantung nametag yang bertuliskan : Indriana Larasati. Tapi herannya, walaupun penampilan anak ini sudah seperti pasien di Rumah Sakit Jiwa... haha.. Tega banget memang panitia Ospek kali ini. Ngerjain anak orang nggak tanggung-tanggung. Aku tak sengaja mendapati sesuatu. Aku tetap melihat kecantikan anak ini. Matanya yang bulat sempurna dengan bola mata berwarna coklat, pipi tembem dan kulitnya yang putih mulus membuatku merasakan sesuatu. Aiihhh, masa sih seorang Ketua Rohis bisa jatuh hati pada anak baru? Ini pasti godaan syaitan. Pikirku saat itu.
"Aduuh kamu ini ya... yaudah ini Akang kasih uang buat ongkos" Aku berusaha mengakhiri.
"Makasih ya Kang... besok aku ganti" Katanya sambil menerima uang sepuluh ribu yang aku berikan.
"Nggak usah dek... nggak usah diganti...biar jadi pahala buat Akang" Jawabku.
Kemudian anak itu pergi menuju jalan raya dan berdiri menunggu angkot yang lewat.
Lucu. Perawakan anak itu kecil dan mungil. Maklumlah anak SMP yang baru lulus. Masih polos.
Sejak saat itulah sebuah nama tadi sudah tersimpan di lobus otakku dan tak sengaja aku menyimpannya di LTM! Long Term Memory.... Hingga aku tidak pernah lupa dengan anak ini... sampai sekarang. Si Candy yang mempunyai cerita hidup yang mengharukan. Ketika kubaca setumpuk biodata anggota rohis yang baru, mataku hanya terfokus pada satu biodata anak kecil bermata bulat yang dulu aku tolong karena dompetnya hilang. Ya, Indriana Larasati. Nama yang indah. Aku baca biodata anak ini dan betapa sedihnya aku ketika kolom "Nama Orang Tua" yang dia isi semuanya bergelar "Almarhum". Anak ini yatim piatu. Seketika itu hatiku bertambah iba. Jadi, Si Candy ini sekarang tinggal dengan siapa? Bagaimana biaya pendidikan dia? Astaghfirullaaah... kenapa aku menjadi begitu perhatian ya?
Menjalani kehidupan sebagai anak SMA dan seorang Ketua Rohis membuatku sibuk bukan kepalang. Aku kadang berpapasan hanya sebentar dengan Si Candy. Waktu itu pernah berpapasan ketika dia keluar dari perpustakaan sekolah. Masih manis dan lucu. Sering dalam acara Rohis seperti kajian-kajian Islam aku menjadi moderator, dan kadang mataku nakal mencari-cari apakah Si Candy ada disitu atau tidak. Ternyata selalu ada. Mungkin karena pernah ditolong oleh seorang Ketua Rohis dia merasa punya hutang budi. Beberapa kali dia mencoba menemuiku hendak mengganti uang sepuluh ribu yang dulu aku berikan itu, aku selalu menolaknya. Hehe... Sampai akhirnya ketika dalam suatu acara perpisahan Rohis. Aku melihatnya berbeda. Tambah manis dan anggun. Si Candy sudah berhijab sekarang. Alhamdulillaah.
Aku adalah Muhammad Giwana. Mahasiswa berprestasi jurusan teknik metalurgi UI. Aku hidup dengan beasiswa dari sana-sini. Karena aku berasal dari keluarga yang sederhana, maka tidak heran jika aku selalu memenuhi kriteria beasiswa. Pintar, IPK tinggi, Aktif di organisasi dan bukan dari keluarga berada. Aku syukuri. Inilah keagungan Allah. Dengan ilmu aku menjadi kaya. Tapi aku selalu heran kepada ibuku. Setiap bulan aku tetap mendapat transferan untuk uang kuliah dan sehari-hari. Tabunganku selalu terisi. Walaupun jumlahnya tidak besar tapi rutin aku dapat. Sempat aku bilang kepada ibu agar tidak usah mengirim uang lagi. Tapi jawabnya lucu...
"Buat tabungan kamu Giwa... buat kamu nikah nanti" Kata Ibuku. Aku hanya tersenyum menanggapi logika ibu yang kepagian. Menikah? Kepikiran saja belum!
Akhirnya uang di tabunganku itu aku biarkan saja tak pernah aku pakai sama sekali.
Alhamdulillaah.
Begitulah aku.
Aku jalani perkuliahan seperti biasa. Lancar. aku pun aktif di Rohis Fakultas. Lengkap sudah.
Hingga suatu saat...
"Giwa... tolong dibantu ya, ada anak SMA kita yang lulus PMDK UI jurusan Farmasi" Begitu bunyi telepon dari guru BP di sekolahku. Pak Herman Namanya.
"Oh iya Pak, hanya satu orang nih Pak yang lulus tahun ini?" Tanyaku.
"Enggaklah... SMA kita kan sudah langganan PMDK dan riwayat prestasinya bagus maka pihak UI tahun ini menerima 4 orang. Ada yang lulus di Kedokteran 2 orang, Kedokteran Gigi 1 orang dan Farmasi 1 orang." Kata Pak Herman menjelaskan.
"Tapi kok aku disuruh jagain 1 orang aja, Pak?" Aku heran.
"Ya kan beda kampus. Cuma Farmasi yang di Depok, yang lainnya di Salemba." Jawab Pak Herman.
Jadi, kampus UI ada dua. Di Salemba untuk Fakultas Kedokteran dan Kedokteran gigi, selebihnya di Depok. Lucunya, walaupun kami ada di Depok, yang notabene masuk wilayah Jawa Barat, tetap saja orang mengira UI itu adanya di Jakarta. Nggak lucu? Ya sudah lupakan!
"Namanya siapa Pak?" Tanyaku
"Indriana Larasati" Jawab Pak Herman dengan mantap.
Ooww... Si Candy masuk UI? Jalur PMDK lagi! Ohya PMDK itu kalau tidak salah kepanjangannya adalah Penelusuran Minat dan Kemampuan. Yaitu jalur khusus masuk Universitas tanpa test UMPTN. Jadi yang dinilai adalah prestasi di SMA yang diukur dari nilai dan ranking di raportnya. Seperti aku. Keren khaan?
Ada perasaan aneh. Perasaan yang dulu muncul lagi. Anak kecil bermata bulat yang aku ongkosin pulang... Kini aku mulai gelagapan. Salah tingkah. Bagaimana jika aku bertemu dia ya? Masih manis dan anggunkah? Apakah dia masih mengingat aku yang ganteng ini?
Ha ha... Puberitas yang kesiangan.
PERTEMUAN PERTAMA
Hari itu adalah jadwal registrasi mahasiswa PMDK.
Aku sudah menunggu kedatangan Si Candy.
Di Balairung UI.
"Assalamu'alaikum... ini Indri bukan?" Aku memberanikan diri menghampiri gadis itu.
"Wa'alaikumussalam... " Jawabnya sambil menoleh kepadaku.
Jleb! Jantungku serasa berhenti berdetak. Si Candy sekarang jauh lebih cantik ternyata. Aku langsung menundukkan pandangan. Biarlah yang tadi itu kan hitungannya rezeki, pandangan kedua baru nggak boleh...hehe.
"Kamu kenapa berdiri di sini sendirian..? Nggak gabung dengan teman-teman yang lain? Ohya maaf, kenalkan namaku Giwa.. " Sampai lupa memperkenalkan diri.
"Oh iya Kang... saya sudah tahu kok. Pak Herman berpesan sebelum aku berangkat ke Depok bahwa nanti Akang yang bantu saya. Apa kabar Kang?" Jawabnya lembut.
"Oh.. Alhamdulillah baik Dek..." Jadi malu ditanya kabar oleh seorang gadis.
"Kang... saya bingung... " Wajahnya berubah sendu.
"Adek nggak kehilangan dompet lagi kan?" Tanyaku bercanda.
"Iiih Akang mah masih inget aja. Aku ganti dech sekarang uangnya..." Jawabnya ngambek.
"Becanda atuh Dek... jangan marah. Ohya, bingung kenapa tadi?" Tanyaku
"Ini Kang... uang Registrasi yang harus dibayarkan hari ini tidak sesuai dengan surat yang dulu dikirim ke sekolah.. Nominal SPPnya berbeda... masa dari 750 ribu tiba-tiba naik dua kali lipatnya" Jawabnya menjelaskan.
"Coba Akang lihat rinciannya..." Pintaku penasaran.
Betapa kagetnya aku. Ternyata uang SPP per tanggal 1 Januari 1999 sudah naik menjadi 1,5 juta rupiah per semester!
"Waduh Dek... ini sih keterlaluan. Kasihan dong yang nggak bawa uang lebih... " Kataku
Ini bukan De Ja Vu. Jangan bilang ini De Ja Vu ... walaupun memang benar adanya.
Kalau dulu aku menolong Si Candy karena nggak ada uang buat ongkos pulang... Masa sih sekarang aku juga yang harus nombokin kekurangan uang pendaftaran?
Akhirnya aku dan Candy menghadap rektorat. Berusaha memberanikan diri untuk protes. Bukan hanya kami yang tidak setuju dengan kebijakan ini. Ada kurang lebih sepuluh mahasiswa yang juga ingin menghadap rektor UI saat itu. Mereka ditemani oleh orangtua atau keluarga dekatnya. Sejenak aku melihat Candy. Dia datang seorang diri. Pamannya tidak bisa mengantar karena kerja di Malaysia sebagai TKI. Sedangkan Bibinya sibuk mengurus warung dan ketiga anaknya yang masih kecil-kecil. Kasihan Candy...
"Baiklah Bapak dan Ibu silahkan jika ada yang mau disampaikan." Kata Purek 1. ( Pembantu Rektor).
"Begini Pak, jujur kami kecewa. Rincian biaya registrasi yang kami terima dulu dengan yang harus kami bayarkan sekarang jauh berbeda. Kami tidak sanggup untuk memenuhinya. Kami bukan orang mampu, Pak. Kalau Bapak lihat mereka yang tidak mempermasalahkan ini, wajar pak, mereka orang kaya." Begitu penuturan salah seorang wakil dari pemrotes.
"Pak.. boleh Saya menambahkan?" Aku berdiri sambil mengarahkan tanganku ke atas.
"Iya kenapa?" Jawab Bapak Purek 1.
"Saya mahasiswa Pak. Saya juga kaget dengan kebijakan kenaikan SPP ini. Kami belum mendapat sosialisasi." Kataku diiringi suara riuh orang-orang di sekelilingku yang tambah terheran-heran.
"Oke.. tenang.. tenang Bapak dan Ibu sekalian.. Memang kebijakan ini kami ambil dengan sangat berat hati. Demi peningkatan kualitas pendidikan kita dan setelah melalui rapat bersama seluruh pihak termasuk mahasiswa. Maka kami sepakat untuk menaikkan SPP dengan jaminan kualitas UI akan semakin baik lagi" Jawab Purek 1.
"Tapi Pak... kenapa mendadak dan tanpa informasi sebelumnya. Jujur Pak, kami tidak punya uang sebanyak itu." Kata seorang Ibu-Ibu.
"Oke..oke... begini saja. Kalian yang ada disini kami akan berikan keringanan SPP sesuai kemampuan membayar kalian masing-masing. Jangan kuatir kami juga akan memberikan beasiswa kepada yang berprestasi nantinya." Begitulah Sang Purek mengakhiri.
Semua mulai tenang. Solusi tadi seperti air penyejuk di tengah gersangnya sahara.
Tapi kawan, bagaimana dengan nasib mahasiswa baru nantinya?
Mereka yang masuk UI dengan jalur UMPTN harus menerima kenyataan miris dunia pendidikan yaitu : MAHAL.
Bagaimana jika ada Candy-Candy yang lainnya?
Otakku sudah otomatis. Ini berita penting yang harus aku angkat dalam rapat BEM kali ini. Ya, rapat istimewa. Enak saja Si Purek 1 bilang bahwa ada perwakilan mahasiswa yang setuju dengan kebijakan ini. Mustahil!!!
Mahasiswa yang mana???
Kalau berani, undang dong pihak BEM UI.
Ohya, selain aktif di Rohis Fakultas Teknik, aku juga sekarang bertugas sebagai Sekertaris Umum Badan Eksekutif Mahasiswa UI. Keren khaan? Enggak yah? Yasudah lupakan!
Demo. Itulah agenda selanjutnya.
Aku mengantar Si Candy sampai stasiun UI. Dia akan pulang ke Sukabumi. Bulan depan kembali lagi untuk menjalani matrikulasi.
Hatiku berbunga-bunga.
Jadi malu....
Bersambung....
Wah...nunggu sambungannya dulu ya? Jadi penasaran.
ReplyDeleteGotcha! Terbayar kan ketidakpuasannya yg kemarin... hehe
DeleteWiiiih Indri hehe
ReplyDeleteWiiih gilang... kumaha atuh Kang..hehehe
DeleteWew... candy2...
ReplyDeleteNext..
Next... ada dech... yipppy...
Deletekereeeen mb indri..aku suka
ReplyDeleteMaacih...
DeleteMaacih...
DeleteEh ada sambungannya lagi ternyata...
ReplyDeletesekarang dari sudut pandang Kang Giwa toh...
Betul...Betul...Betul...
DeleteMb Indri keren. Ditunggu mbak sambungannya
ReplyDeleteOkeyy... harap sabar menanti...
DeleteOkeyy... harap sabar menanti...
DeleteJadi penasaran kelanjutannya mba...
ReplyDeleteSiap2 baperr
DeleteKompor Gas! Kata Om Indro
ReplyDeleteKerennn
Makasih Om Indro... eh
DeleteOhooo kak nice lanjutkan ☺☺
ReplyDeleteSiap 86
DeleteKomen yg telat... duh keren bgt mbak. Aku menyatakan kalah dg mbk Indri
ReplyDeleteKomen yg telat... duh keren bgt mbak. Aku menyatakan kalah dg mbk Indri
ReplyDelete