Monday, May 2, 2016

Kang Giwa (7) : "Mengenang Juwa"




Ahmad Juwana.
Dialah adikku yang sangat aku sayangi.

Perjalanan ini terasa sangat lama sekali, pesawat Garuda Indonesia yang kutumpangi menjadi sangat lemah seketika dan tak bertenaga. seperti menaiki sebuah becak yang dikayuh oleh kakek tua menyusuri tanah berbatu dengan elevasi 45 derajat. Kapankah aku akan sampai Jakarta? Aku ingin sekali memeluk tubuh adikku untuk yang terakhir kalinya. Jangan pergi dulu Juwa... Akang sangat menyayangi kamu...

Ahmad Juwana.
Aku mengenal adikku sebagai anak yang shalih. Karakternya yang ceria, lucu dan cerewet terkadang membuat aku tergoda untuk menjahilinya. Walau begitu, Juwa adalah anak yang penurut. Apapun yang aku katakan atau orangtuaku katakan selalu diperhatikannya. Juwa adalah orang yang selalu rela mengalah. Dalam banyak hal, dia selalu mendahulukan orang lain. Sifat yang akhirnya aku tahu dinamakan "itsar". Aku spontan ingat adikku saat menyantap taushiyah dari ustadz yang mengisi acara di kampus, kala itu menyinggung tentang sifat "itsar" ini yaitu sifat mendahulukan kepentingan orang lain. Adalah tingkatan tertinggi dalam ukhuwah islamiyah yang dicontohkan kaum Anshar kepada kaum Muhajirin. MasyaAllah...

Juwa kecil hidup dengan penyakit asma. Ambu adalah orang yang sangat memperhatikan kesehatan Juwa. Aku melihat perjuangan Ambu saat Juwa terkena serangan asma karena alergi dingin. Tak jauh dari rumah kami memang terbentang pegunungan yang mempesona. Udara pegunungan yang sejuk akan terasa sangat dingin di pagi dan malam hari. Inilah yang sering menjadi penyebab serangan asma bagi Juwa. Dia tidak kuat dingin! Entah kenapa kok ada alergi jenis seperti ini ya?

Juwa mempunyai senjata. Apakah itu? Selain sweater tebal yang terbuat dari kain wool rajutan Ambu, Juwa juga tidak boleh lupa membawa obat asmanya yang selalu dia taruh di saku bajunya kemanapun dia pergi. Yaitu obat asma yang ada dalam sebuah alat berbentuk hufuf  "L" terbalik, bermerek "Ventolin". Ada bagian moncong yang dimasukkan ke dalam mulut jika akan digunakan. Kemudian cukup dengan menekan bagian "pumper" -nya maka dosis obat akan keluar dengan sendirinya dalam bentuk molekul mikro sehingga mudah diserap tubuh tepat di lokasi serangan asma yaitu di bronkus. Oleh karenanya dinamakan obat bronkodilator. Kata Candy sih begitu... Oalah Candy?? Apakah dia tahu kejadian ini? Setelah handphone-ku raib diambil copet waktu itu sebelum keberangkatanku ke Malaysia, aku sekarang hanya berharap bisa bertemu Candy di rumahku di Sukabumi. Walau dalam keadaan berduka seperti ini...  Candy, aku ingin berterima kasih karena kamu sudah susah payah menghubungiku dengan pulsa internasional yang pastinya tidak murah. Kamu berkali-kali berusaha menelpon kantor Petronas dan mengabarkan berita ini. Kamu tidak menyerah ketika resepsionis mengatakan bahwa tidak ada karyawan bernama Muhammad Giwana di data base mereka. Betapa kamu berhasil memohon agar mereka melakukan cek ke bagian penelitian metalurgi karena aku baru saja diterima dan belum menanda tangani kontak kerja. Candy... terimakasih atas pengorbananmu...

Juwa... maafkan Akang...
Jika saja kamu waktu itu aku ijinkan untuk kuliah bersama-sama di UI atau aku yang mengalah menemanimu kuliah di ITB dan melepaskan undangan mahasiswa PMDK-ku... mungkin takdir berkata lain. Maaf Juwa... Akang egois yah? Jujur, bukan Aku ingin menang sendiri atau mengaturmu sedemikian rupa. Aku hanya tidak ingin kamu menjadi laki-laki yang lemah dan selalu berlindung di belakang pundakku dalam setiap permasalahan. Aku tidak ingin kamu tumbuh menjadi laki-laki yang manja dengan kondisimu. Dan lagi aku tidak ingin menjadi bahan lirikan orang-orang di sekitar kita ketika mereka melihat dua orang kembar identik yang kemana-mana selalu berdua. Tapi begitulah kamu Juwa, tidak ada penolakan sama sekali. Kamu selalu menganggap pertimbangan kami benar. Tak terkecuali kakakmu yang jahil ini. Pada akhirnya kamu memilih kuliah di ITB jurusan teknik arsitektur. 

Dan soal rambut?
Ah betapa naifnya kamu Juwa... Kenapa sampai urusan rambut pun kamu anggap serius? Kamu sebenarnya bisa-bisa saja memanjangkan rambutmu itu, menata dengan model rambut trend masa kini. Perjanjian kita kan hanya berlaku di SMP dan SMA saja karena sekolah kita sama. Sekarang buat apa lagi? Kita sudah terpisah jarak dan waktu. Aku di UI kamu di ITB. Ya Allaah... aku tidak pernah menyangka sama sekali ternyata rambut plontos Juwa menjadi pembeda takdir antara aku dan adikku itu. Duhai Juwa, jika bukan karena rambut plontosmu itu, mungkin akulah yang diberitakan menjadi korban begal saat itu. Juwa... Maafkan Akang... 

Kenapa takdir menggariskan kepedihan ini?
Astaghfirullaah... bukan aku menyangkal ketentuanmu Ya Rabb... tapi pedih ini terasa semakin menyayat kalbu.. semoga Engkau mengambil adikku ke haribaanMu adalah atas alasan kecintaan-Mu pada lelaki shalih yang tiada duanya itu. Tak terkecuali aku sebagai kembarannya, identik pula, selamanya tidak akan pernah aku bisa menandingi dia.Ahmad Juwana.

Selamat jalan Juwa....
Bidadari sudah menunggu kedatanganmu... 

Tak terasa sudah sampai aku di bandara Soekarno Hatta. 
Segera aku mencari taksi dan menuju ke terminal Kampung Rambutan. 






 


.



8 comments: