Saturday, July 16, 2016

"Memutar Memori"





Assalamu'alaikum wr.wb
Tangerang, 17 Juli 2016
Apa kabar? 
Lama tak berjumpa ya, kangen juga. 
Bagaimana kabarmu di sana? 
Baik-baik aja, kan? Semoga. Aku juga di sini baik-baik aja. 
Met Lebaran yah, mohon maaf lahir dan bathin. Masih ada ketupatnya nggak? Atau nastar? Kastangel? Kirim sini!
Hmm... lanjutin nggak ya? 


Waah, berasa menulis surat. 
Jadi ingat zaman SMP dulu. Gegara iseng-iseng ikutan kuis di tabloid Wanita Indonesia, aku jadi banyak mendapat sahabat pena. Padahal nggak nyangka. Waktu itu kuis-kuisan ringan untuk anak sekolah tentang, "Bagaimana Caranya Menghemat Air?". Simpel yah! Dan memang jawaban yang diharapkan juga sesimpel itulah. Jawaban apa aja diterima, asalkan menarik. Cuma tentunya jangan panjang-panjang karena ini bukan skripsi atau tesis. Jawaban singkat yang diminta. Namanya juga kuis untuk anak-anak. Entah kategori anak usia berapa, yang penting belum dewasa, aja. 

Trus bagaimana ceritanya? 
Aku jadi malu. Ya, aku ikuti kuisnya. Caranya dengan mengirim kartu pos ke PO.BOX yang sudah ditentukan. Aku pergi ke kantor pos dan membeli kartu pos di sana, ditulis disana, dikirim juga di sana (masa di mari? Hehe). 

Jangan nanya apa jawabanku yah! Apa emang mau tau? 
Ah, mengingat itu aku jadi pengen ketawa-ketiwi di hati. Ternyata tanpa aku sangka jawabanku dimuat! Masuk sebagai 10 jawaban paling menarik. Perasaan jawabanku biasa aja. Namanya juga iseng. Pas melihat 9 jawaban anak-anak yang lainnya yang rata-rata duduk di bangku SD, bisa dibayangkan ya? Jomplang! Aduh, mau ngelanjutin cerita jadi pengen ketawa beneran. Sebentar yah aku ketawa dulu. 

Ada jawaban dari seorang anak yang lucu begini, "Untuk menghemat air aku mau mandi sekali sehari aja" . Nah, jawaban menarik, bukan? Kemudian ada lagi jawaban manis, "Biar nggak boros, aku mau nyiram bunganya pake gayung aja, nggak pake selang air lagi" Hmm... masuk akal. Atau ada lagi jawaban aneh, "Yaudah aku nggak pake air dech, tapi pake susu!" Jiaahhhh.... emang bikin susu nggak pake air? Atau susu murni langsung dari sapi? Kasihan sapinya... 

Sontak aku minder sendiri. Kenapa? Karena jawabanku berasa tua! Tuaaaa banget. Untuk usiaku yang duduk di bangku kelas 1 SMP, rasanya jawaban seperti, "Aku akan membuat suatu gerakan nasional untuk menghemat air bersih yaitu GDAB (Gerakan Disiplin Air Bersih). Karena kita harus bersama-sama sesuai dengan sila ke-3 dari Pancasila yaitu Persatuan Indonesia."
(Jangan ketawa! Tapi kalau mau yaudah sih ketawa aja, sehat... )

Mungkin, juri milih jawabanku bukan karena menarik tapi karena beda banget sama yang lain. Atau siapa tau juri menilai, ini jawaban anak-anak atau jawaban emak-emak? Atau kolaborasi keduanya? Pake nyangkut ke Pancasila lagi. Aku juga bingung. Makanya penyaringan dari 10 jawaban menjadi 3 jawaban paling menarik, sudah pastilah aku nggak lolos. Wong itu mirip jawabannya seorang anak yang dewasa sebelum waktunya. Coba pikir, emang aku ini siapa? Pake mau mencanangkan gerakan nasional segala. Mimpi jadi presiden? Atau ketua partai? Yang jelas nggak pernah mimpi jadi yang begituan. Aku dulu orangnya introvert dan sangat hemat bicara. Nggak akan jawab kecuali ditanya. Eh, ya iyalah, masa menjawab tapi nggak ditanya? Ngomong sendiri dong! Maksudnya, aku sangat pemalu. Bahkan untuk menyapa saja aku sulit. Pelajaran yang paling aku benci adalah Bahasa Indonesia sesi "diskusi/bicara/mengeluarkan pendapat". Kalau ketemu orang aku alergi. Apalagi orang baru. Pastinya aku diam dan menunduk. Nggak punya temen? Hampir! Bisa dihitung teman dekatku ada berapa. Seingatku cuma satu orang, temen sebangku-ku!

Alhasil, karena namaku dimuat di tabloid, minggu depannya aku menjadi bulan-bulanan di sekolah. Ada 3 surat yang sampai ke sekolahku dan itu berasal dari Pinrang (Sulawesi Selatan), Padang (Sumbar) dan Semarang (Jateng). Betul nggak propinsinya? Kalau salah, maafkan yah, masih lebaran. Nah, di sekolahku itu belum pernah ada murid yang korespondensi atau bersurat-suratan via sekolah. Jadinya heboh. Aku dipanggil ke ruang guru dan diwawancara eh ditanya-tanya maksudnya. 

"Benar, anda mengenal orang yang mengirim surat ini?"
"Ada hubungan apa anda dengan orang-orang ini?" 

Aihh, nggak segitunya kali. 
Biasa aja sih. Cuma ditanya, "Kamu dapat surat nih, kok bisa punya temen dari jauh begini?"
Aku jawab polos aja waktu itu, "Saya nggak tau, Pak" 
Akhirnya, guruku memberikan surat yang sudah terbuka itu. Whew! Suratnya dah dibaca duluan sama bapak dan ibu guru seantero sekolah, Bo! Gimana nggak malu, coba. Mana satu surat pengirimnya itu cowok. Hadeuhh, wajahku sudah pucat pasi saat itu. Takut dimarahin guru karena dikira punya pacar.  Ternyata mereka cuma senyam-senyum aja. Jelas sih di surat itu bahwa si pengirim surat ingin menjalin persahabatan dan mengenalku karena namaku dimuat di kuis di tabloid Wanita Indonesia dengan alamat sekolah. Yaudin, selamat nona... kenapa pula nulis alamat sekolah? Kenapa nggak alamat rumah? Kan nggak akan mendadak dangdut begini. Indri oh Indri...

Begitulah pendidikan jamanku dulu, guru itu ibarat orangtua. Sangat protektif. Mereka tidak ingin ada hal-hal yang bisa mengganggu stabilitas belajar anak muridnya. Aku merasa bangga dengan mereka dan sekaligus lega karena isi suratnya bukan hal yang aneh-aneh. 

Cerita ini aku buat karena efek habis pulang kampung trus melihat tempat-tempat bersejarah. Napak tilas memandangi sekolah-sekolahku yang dulu. Sambil memutar memori paling berkesan. Sayang, aku tidak sempat sowan kepada orang-orang yang paling berjasa mendidik aku sehingga bisa menjadi seperti sekarang ini. Kalau ketemu, aku pasti akan mencium tangan mereka! 

Masih mau tau nggak, kelanjutan ceritanya? Nanti aja ya, sudah mau subuh nih. Tugas di dapur siap menunggu. Ini sih pemanasan menulis. Soalnya entah sudah berapa lama nggak update blog. Maaf untuk yang setia mampir tiap hari lalu kecewa karena tulisanku belum nambah. Tulisan ringan dan nggak pake mikir. Karena sengaja ditulis untuk orang yang sudah mumet mikir terus. Hitung-hitung hiburan ya kalau membaca blog aku. Semoga bisa menghilangkan stress anda, karena aku cuma pengen cerita aja. Makanya tetap setia ya sama labirintoska! (Iklan..!)

Apa? Cerita kelanjutan Kang Giwa? 
Ada. Ada. Tenang aja. Ini masih pemanasan. Semoga kalau sudah menyala nanti juga on fire lagi. Biasalah, bukan alasan ya kalau aku bilang aku kena penyakit "writer's block". Kalaupun iya, aku sudah mendapatkan obatnya dan sekarang sudah memulih lagi. 

Aku nggak berani janji. 
Tapi ciyuss, aku akan berusaha menulis lagi.

 







7 comments:

  1. Kereennn punya sahabat pena... Sekarang masih lanjut bun sama mreka?

    ReplyDelete
  2. Udah enggak... hiks... sampai SMA masih. Tapi semenjak masuk kuliah dah lost contact. Aku blm search di fb... kucoba mungkin yah. Oke dech.

    ReplyDelete
  3. Wah saya juga punya pengalaman sahabat pena. Waktu smp. Sama pwrnah ikut kuis juga tapi di tabloid gatotkaca. Dimuat..dapat wesel 3000. Waktu itu senang. Lha wong bakso yg paling lezat aja harganya cuman 4000.Senangnya mengingat waktu itu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wow.. mba wiwid malah keren bangets sampe dpt hadiah wesel..aku mah waktu itu cm dpt payung cantik. kapan itu mba? Sahabat penamu gmn kabarnya? Kita ternyata ada kesamaan yah... hehe.

      Delete
  4. Haha...surat2an sama sahabat pena. Seru mbak indriii...pake kertas warna warni..uni juga punya bbrp orang sahabat pena dulu..:). Nice Story, mbak..

    ReplyDelete