Saturday, April 1, 2017

Kang Giwa (21) : "Ksatria baru"



Giwa meninggalkan Pondok Puteri dengan perasaan bahagia.
Suzuki Satria merah itu melaju kencang berburu dengan waktu yang saat itu hampir Isya. Giwa teringat Alif yang sedang menunggunya dan Giwa berharap bisa sholat berjama'ah Isya di masjid UI. Giwa sudah rindu sekali dengan hembusan angin semilir dari pinggir danau yang memasuki masjid tanpa dinding itu, perlahan lembut menyapu pundaknya, menggoyangkan tetesan air wudhu yang berada di ujung rambutnya yang lebat. Menetes tepat di ujung hidung bangirnya. Kali ini akan menjadi Isya terindah seumur hidup Giwa. Temaram lampu masjid UI akan menambah syahdu kesyukurannya.

"Assalamu'alaikum, Bang!" Giwa segera menyerahkan kunci motor Alif.
"Maaf lama, Bang!" Giwa memandang Alif dengan sumringah, berharap Alif menanyakan kisah pemburuannya. Alif masih asyik dengan buku kecil yang dibacanya sambil menunggu Isya berkumandang. Buku itu yang menguatkan keputusan yang harus diambilnya sekarang juga.

"Santai aja Wa, nggak apa-apa... yang penting udah clear kan urusan Si Candy-Candy-mu itu?" Jawab Alif.
"Makasih ya Bang, tanpa pertolongan dan saran dari Abang, aku mungkin akan kehilangan Candy untuk selamanya" Giwa menatap Alif dengan mata berbinar.

Alif membalas senyum Giwa dengan ketulusan yang masih tersisa di hatinya. Keduanya berpelukan. 
"Semua atas izin Allah, Wa...nah, adzan tuh, yuk!" Alif mengajak Giwa menuju ke tempat wudhu.

Selesai shalat Isya, Giwa dikagetkan oleh sebuah panggilan dari handphone yang berada di saku celananya. Giwa segera mundur dari shaf dan mengangkat panggilan yang masuk, berharap dari Indri. Siapa tahu dia sudah membaca suratnya.

"Assalamu'alaikum, Giwa! Tolong ya, jam 8 malam saya tunggu. Penting!"
"Saya usahakan ya Pak"

Giwa menghampiri Alif yang masih melafazkan dzikir seusai shalat Isya tadi.
"Bang, maaf, boleh aku pamit sekarang?"
"Lho, kok buru-buru?"
"Iya, Bang, bos-ku sedang di Jakarta sekarang. Tadi telpon nyuruh aku datang ke rumahnya, penting katanya."
"Ohya sampai lupa, Abang kan belum cerita tentang ta'aruf besok ya? Semoga besok ta'arufnya sukses ya Bang! Kalau sudah yakin langsung saja disegerakan!" Giwa menepuk pundak Alif seolah ingin meneguhkan pendirian Alif yang sudah tiga kali gagal ta'aruf itu.

Perih. Andai Giwa tahu apa yang sudah terjadi. Bagaimana besok?

"Kamu mau naik apa kesana, Wa?"
"Naik ojek ajalah Bang, macet kalau naik angkot"
"Pakelah motorku,Wa!"
"Nggak usah, Bang! Abang, pulangnya nanti gimana?"
"Abang mau tetap disini. Tadi sebelum kamu datang, ada anak BEM yang baru, mereka mau konsultasi soal kegiatan tahunan katanya. Yaudah bagus kan? Lagian juga motor nganggur buat apa."
"Beneran nih Bang?"
"Iyalah Wa, asal tau aja ya, pulang bensin full ya!" Tawa Alif membuat suasana menjadi cair.
"Siiplah Bang, sekalian nanti aku kasih voucher gratis  ke Petronas, mau?"
"Catet yah, janji lho!"
"Iya Bang, pamit yah, Assalamu'alaikum!" Giwa meninggalkan Alif menuju Cinere. Rumah Pak Darwis dan tentunya rumah dimana Almira berada.

Alif terdiam.
Tidak ada pilihan lain. Kisah cinta segitiga ini harus diluruskan. Bukan urusan sepele.
Apa yang akan dikatakan oleh guru ngajinya nanti jika tiba-tiba dia membatalkan ta'arufnya kali ini. Belum bertemu sudah membatalkan. Apalah nanti persepsi Sang Murabbi?

"Mungkin aku akan dicap sebagai pemuda tidak tahu diri. Menolak wanita berkali-kali. Tapi tidak mungkin juga aku membiarkan misteri ini terungkap. Malu lah, nanti disangka apa aku ini? Jatuh cinta pada pinangan orang. Aku juga tidak mungkin membuat Indri menjadi bingung pada keputusannya. Wanita tidak bisa diandalkan kalau masalah perasaan. Bisa apa dia? Menolak ta'aruf besok? Tidak mungkin!"

Diambilnya handphone dari saku baju kemeja kotak-kotak biru yang dikenakannya itu.

"Maaf, Bang, sekali lagi saya minta maaf" Alif memberanikan diri menelpon Sang Murrabbi.

"Lif, sepertinya kamu perlu dirukyah!" Jawab guru ngajinya singkat.

Mungkin Sang Murrobbi mengira ada jin yang bermaqom kuat dalam diri Alif, menghalangi setiap kali proses menuju pernikahan muridnya itu. Ini bahkan sudah yang keempat kalinya. Atau mungkin itu hanya sindiran keras kepada Alif atas kepengecutannya selama ini. Entahlah.

"Siap, Bang!"

Alif merasa lega. Beban itu sudah lepas dari pikirannya.

"Sesama mukmin adalah bersaudara, maka baginya tidak halal menawar barang yang telah ditawar (dibeli) oleh saudaranya dan tidak halal meminang perempuan yang telah dipinang oleh saudaranya, kecuali bila saudaranya telah membatalkan pinangan.” (Al Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim)

Dimasukkannya buku kecil kumpulan hadits itu kedalam tas gembong hitamnya.
Alif duduk di halte Mesjid UI.
Menunggu ojek lewat. Menuju rumah Sang Murrabbi.
















8 comments:

  1. Besar hati...
    Semoga ta'aruf selanjutnya sukses ya Bang Alif :)

    ReplyDelete
  2. Aamiin... sama Cian aja ya Bang Alifnya gimana?

    ReplyDelete
  3. Seneng deh baca cerbung + dpt ilmu dr kutipan hadits di atas

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillaah bu Marli...seneng juga punya pembaca setia seperti dirimu...jadi pembakar semangat menulis dan terus memperbaiki diri...

      Delete
  4. Alif ikhlas melepas candy untuk kang giwa

    hiks hiks..kasihannya

    ReplyDelete
  5. Mba indriii...seperti biasa selalu kereen..sy ketinggalan byk kisah kang giwa nih..;)

    ReplyDelete