Friday, April 7, 2017

Kang Giwa (23) : "Andromeda"



Hari ini perkuliahan akan dimulai jam 10 pagi di ruang kuliah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UI. Dosen yang satu ini memang tidak biasa. Rambutnya yang sudah mulai beruban dan sedikit gondrong diikatnya begitu saja dengan karet gelang. Kumisnya yang lebat hampir menutupi setengah bagian bibirnya yang menghitam karena rokok. Baju yang dikenakannya tidak pernah berwarna cerah. Kemeja krem, hitam, abu-abu lusuh melekat pada kulit tubuhnya yang mulai keriput. Bintik-bintik hitam diantara warna kulitnya yang coklat tua dan sedikit kering, sangat bisa ditebak berapa usia dia sekarang. Sepatu kulitnya entah sudah berapa lama tidak diganti, sangat lusuh. Aku kadang berfikir, seperti apa sih kehidupan dia? Selusuh penampilannya jugakah?  

Ah!
Bisa-bisanya mata kuliah wajib tentang sosiologi ini harus kuikuti di fakultas orang. Bisa-bisanya dia mengatur jadwal kuliah dengan seenaknya. Sekarang isunya perkuliahan ini adalah kelas besar. Dosen nyentrik itu mengumpulkan semua mahasiswa yang diajarnya dari semua fakultas! Mungkin fikirnya lebih efisien, sekali mendayung, dua-tiga pulau terlampaui. Tapi ini jelas-jelas menganggu sistem. Bagaimana pertanggungjawaban dia? Setidaknya pada jadwal kuliah elektro yang harus mengalah demi satu mata kuliah yang hanya 2 SKS ini. Na'asnya lagi, nilai "D" yang dia sematkan pada lembar IPK dua semester kemarin memaksaku harus rela bertemu dia lagi. Alamak! Kali ini aku bertekad untuk mengalah saja, yang penting aku lulus.

Aku bersiap turun dari bis kuning UI di halte pemberhentian FISIP. Ramai mahasiswa yang mulai beranjak dari tempat duduknya untuk segera menaiki bis yang sudah mereka tunggu-tunggu. Sudah seperti kopaja saja bis kuning saat ini. Berebutan!

Sepanjang perjalanan menuju ruang kuliah F4 aku melayangkan pandanganku ke berbagai arah. Ketika memasuki gedung utama, aku ditakjubkan oleh sebuah karya seni pahat akar pohon yang berdiri megah. Berwarna coklat tua dengan kilapan pliturnya yang apik.  Dalam pahatan itu terlihat bentuk wajah manusia dari berbagai usia dan berbagai ekspresi. Sambung menyambung dalam suatu kesatuan yang indah. Kulihat sebuah tulisan yang terpahat di atas lempeng perak "Kenang-kenangan dari Pemerintah Kotamadya Sukabumi, Jawa Barat". Oalah, ini hasil orang Sukabumi ternyata. Kuperhatikan kembali akar pohon besar itu. Sepertinya menggambarkan sebuah filosofi. Tentang manusia. Tentang keragaman yang dimilikinya. Ya, lumayan 'nyambung' dengan sosiologi.

Aku berjalan terus mengikuti arah yang ditunjukkan peta lokasi yang berada di sebelah hiasan akar pohon tadi. Oh, itu dia, ketemu!
Jeep di tanganku menunjukkan pukul 10 pagi, wah ngepas banget. Aku sedikit berlari memasuki ruangan yang sudah dipenuhi mahasiswa dari berbagai fakultas itu. Wow! Penuh sekali! Ramai dan riuh suara mereka. Aku mencari tempat duduk kosong paling belakang. Bahaya kalau wajahku dikenali musuh bebuyutanku itu. Bisa gawat!

Semua mulai menghening seiring langkah kaki seorang lelaki tua berambut gondrong itu memasuki ruangan. Tuh kan.... tak tahu malu, dia berjalan santai dengan sepuntung rokok yang masih mengepul di mulutnya. Dosen macam apa ini? Dia menuju meja di depan kelas. Masih dengan kepulan rokoknya dan sesaat setelah itu dia tertawa melihat ekspresi mahasiswa yang baru kali ini mengikuti kelasnya. Kecuali aku. Ah, sudah bisa aku tebak tingkah anehnya. Gayanya sama dan bisa kupastikan dua jam bersamanya bagaikan di dalam penjara tanpa cahaya. Gelap gulita!

Sebentar lagi dia pasti akan mematikan rokoknya di asbak tua yang terletak di atas meja. Yup! Dan jurus pertama dilancarkan....
"Saya akan memulai perkuliahan kita. Saya harap kalian bisa mendapatkan jawaban dari kebodohan kalian selama ini"
Masih sama! Kalimat pembuka yang menyiratkan niat jahatnya.
"Bodohnya kalian yang masih mau diperbudak dengan kepercayaan tak berguna, tentang zat kasat mata yang kalian agung-agungkan"
Aku tutup kupingku dengan earphone sekarang. Percuma saja, aku sudah hafal benar dengan kalimat demi kalimat yang akan dia lontarkan.
"Dan kalian... wanita-wanita bodoh dengan pakaian Arab nanggung. Kenapa kalian tidak berpakaian yang sesuai dengan jiwa kalian sebagai penggoda dan pengharap puja? Bodoh!"

"Itulah diantara kebodohan kalian yang akan kita bahas dua jam kedepan..." Dia berkata angkuh.

Aku tetap pada lantunan ayat-ayat suci dari MP4 yang kupasang diam-diam. Setidaknya dengan duduk di belakang, dia tidak akan melihatku.

"Hey! Beraninya kamu!" Lelaki tua itu membentak ke arah seorang wanita yang walk out, berjalan meninggalkan ruangan.
"Hey! Tidak sopan, kamu!" Suaranya parau tuanya dipaksa menggelegar.

"Maaf pak, saya salah kelas! Di sini kelas mahasiswa bodoh yang mau dibodohi oleh orang yang mengaku dosen tapi tidak pernah mau mengakui bahwa dia lebih bodoh dari kebodohan itu sendiri."

Suasana kelas seketika hening. Semua mata menuju ke satu arah yang sama.

Mahasiswi mungil berjilbab biru dengan tas gembong hitam penuh dengan buku.
Tangan kanannya menenteng sebuah kardus indomie yang diikat dengan tali rafia.

Aku telah mengenalmu... hari itu kamu menjadi "Bintang" di kelas kita.
Tapi bagiku, kamu bukan hanya sebuah bintang.... kamu adalah "Andromeda" yang menerangi seluruh ruangan dengan cahaya gemilang.

Lelaki tua itupun kini tak berkutik!
Aku malu menjadi prajurit yang kalah perang dua tahun yang lalu. Melawan lelaki tua dengan argumen tiada akhir.


(Itulah lamunan Alif saat menunggu ojek di halte Mesjid UI. Kenangan pertama kali dia mengenal seorang mahasiswi penjual pisang coklat yang telah mencuri perhatian semua orang...)







15 comments:

  1. Waaaahhhhhh.... Puk... Puk... Bang Alif ...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama dek Cian aja ya Bang Alifnya... ganteng kok mirip2 yg di film DOTS

      Delete
  2. Kali ini dengan sangat ikhlas saya memberikan tepuk tangan untuk tulisan Bunda, kehebatan Bunda adalah: menyatukan simpul yang saling berbelit, dan saya takjub sama keahlian ini. Saya nggak pernah nyangka kalau ini adalah sebuah flash back dari sudut pandang Alif waktu pertama mengenal Indri.

    Tambahan, saya tertarik dengan deskripsi ruang yang detail dan teratur seperti ini. Terima kasih sudah mengajak bertualang sebentar di sekitaran kampus UI

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah...wah...wah... alhamdulillaah... jadi tambah semangat... terimakasih uncle yg sdh dgn ikhlas memberikan review dan apresiasinya...

      Delete
  3. Bang Alif jatuh cinta pada pandangan pertama

    ReplyDelete
  4. Ibu... multitalent bgt iiiih... makiiin ngefans samaaaa bu Indri...hihi

    ReplyDelete
  5. Bang Alif.... teringat ku teringatt pada pertemuan pertama

    ReplyDelete
  6. Mba iiiinnn....kisah kang giwa ini bikin penasaran. Mba in mo bikin ini mpe episode brapa..? Sy mo baca utuh ah..ga mau deg2an nunggu lanjutan. So..kapan mo dibukukan..?? Sy pemesan buku pertama ya..;)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Syukron Rifa... buku ya? sedang otw... ditunggu ya... ada kejutan nanti.

      Delete